Naskah atau manuskrip kuno merupakan tulisan tangan asli yang berusia lebih dari 50 tahun. Naskah kuno biasanya berisi tentang ide, gagasan, atau pemikiran dari para nenek moyang yang kemudian diwariskan ke generasi berikutnya. Isi teks naskah sangat beragam, seperti pengetahuan umum, pengetahuan agama, astrologi, dongeng atau cerita rakyat, filsafat, mitologi, obat-obatan, dan bahkan ilmu sihir. Selain dari isi teks yang beragam, aksara dan bahasa naskah juga sangat beragam, seperti terdapat naskah dengan menggunakan aksara Arab, Jawi, maupun Pegon.
Naskah kuno merupakan warisan atau peninggalan yang berharga karena memuat di dalamnya pengetahuan dan sejarah suatu budaya di mana naskah tersebut ditulis. Indonesia memiliki banyak peninggalan naskah kuno yang juga dikenal dengan istilah “naskah nusantara”. Naskah-naskah ini sebagian tersimpan di Perpustakaan Nasional Indonesia, dan sebagian lainnya disimpan di Belanda dan Inggris.
Pada artikel ini, akan diulas mengenai salah satu naskah kuno nusantara dengan judul At-Tawāṣā Bi al-Haqq. Naskah ini ditulis pada tanggal 17 Rabiul Awwal 1377H/ 11 Oktober 1957. Naskah ini telah berusia 65 tahun dan pengarangnya adalah Abi al-Asybal Salim ibn Ahmad ibn Jindan. Naskah ini sekarang dimiliki oleh Habib Ahmad ibn Novel ibn Salim dan disimpan di Pesantren Al-Fachriah Ciledug Tangerang Banten. Teksnya ditulis dengan aksara Arab dengan menggunakan bahasa Arab.
Transliterasi Teks:
(1)
at-Tawāṣā bi al-ḥaq, wa fī yaumi al-jum‘ati ba‘da aṣ-ṣalāti fī rab‘I al-awwali sanah 1377 hijriyah fi al-jāmi‘ as-sulṭānī bi madīnati funtiyanak bi jazīrah burniyu asy-syamāliyah. qāma sayyidī raḍiyallāhu ‘anhu ya`iẓu ilā farīq ba`da mā khaṭaba huwa wa ṣallā binnāsi fa qāla sayyidīraḍiyallāhu ‘anhu . Alhamdu lillāhi wa ṣallallāhu ‘alā rasūlillāh Muhammad ibni ‘abdillāh wa ālihi wa ahlu baitihi wa aṣhābihi wa man wālāhu ammā ba’du. Fa inna allāha yaqūlu Bismillāhi ar-rahmānir rahīm (wal’aṣri, inna al insāna lafī khuṣrin, illā allażīna āmanū wa ‘amilū aṣ-ṣālihāti wa tawāṣau bi al-haqqi tawāṣau bi aṣ-ṣabri) hażihi sūrah ma’dūdah min qiṣāri mā anzalahā Allāhu min as-suwari wa annahā madaniyyah wa qīla makkiyyah.
(2)
Fa aṣ-ṣbahū mutagarraqīn yaṭ`anu ba`ḍuhum ba`ḍan la yalwā ba`ḍuhum `alā ba`ḍin bal munqasimīna mutanāzi`īna fa mā ajdārahum bi aż-żulli wa al-muhānah. Wa qad qāla rasūlullāh ṣallallāhu `alaihi wa ālihi wa sallam lī ummatihi “Lā tarji`ū ba`dī kuffāran yaḍribu ba`ḍukum riqāba ba`ḍin” wa iżā fasada al-insān fa lā tasal `ammā yaṣduru `anhu min hażyān au `udwān. Wa mā yuhīṭu bihi min balā’. wa in syi’tum ayyuha al-ikhwah fanżurū ila al-ummatil islāmiyyati ḥīnamā kānat mutamassikatun bi dīnihā ‘āmilatun bi ta‘ālimi nabiyyihā muqtadiyatun bi aslāfihā lam tatafarraq bihā as-subul. Wa lā zāgat bihā al-hawā’. kaifa imtadda mulkuhā fī kulli nāhiyati min nawāhi al-ma`mūrah
Secara umum, naskah ini berisi tentang nasihat agar saling menasihati dalam kebenaran, sabar dan persatuan. Naskah ini menganjurkan agar kita bersabar serta saling menasihati dalam kebenaran, dan berpegang teguh kepada keimanan, dan ketaqwaan. Karena orang-orang yang saling menasihati, beriman, dan mengerjakan kebaikan merupakan orang-orang yang beruntung.
Sebaliknya, orang-orang yang meninggalkan agama Allah, tidak saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, berbuat keburukan akan menjadi orang-orang yang saling bermusuhan dan terpecah-belah, serta menjadi orang-orang yang hina dan rendah. Terlebih lagi jika hatinya sudah busuk dan rusak maka hanya ada kesengsaraan yang mengelilinginya.
Lebih lanjut naskah ini bercerita mengenai umat Islam yang mengikuti ajaran Islam sesuai sunnah Rasulullah dan para pendahulu, maka menjadi umat yang bersatu dan kuat imannya sehingga tidak mudah goyah oleh hawa nafsu. Di bagian akhir pada naskah ini berisi bahwa kerajaan Islam berjaya karena umatnya bersatu dan tidak mudah terpecah-belah.