Dalam proses pembacaan naskah-naskah Ciburuy sebagai pembanding naskah gebang Sunda Kuno L 1097 koleksi Perpusnas RI yang sedang saya garap, sering ditemukan hal-hal baru yang luar biasa. Salah satunya adalah penyebutan Mandala Gunung Tiga.
Saya otomatis teringat Prasasti Batutulis yang menyebutkan Gunatiga sebagai tempat moksa Rahiyang Dewa Niskala, ayah dari Sribaduga Maharaja. Di bawah ini saya kutip hasil transkripsi dan analisis Saleh Danasasmita (2006:14, Pusat Studi Sunda) terhadap Prasasti Batutulis baris 4-6:
<4> … ya nu nyusuk na pakwan diya anak rahyang déwa nis<5>kala sa(ng) sida-mokta di gunatiga, i(n)cu rahyang niskala wastu <6> kancana …
Terjemahan:
<4> … dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan, Dia putera Rahiyang Déwa Nis<5>kala yang mendiang di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu <6> Kancana …
Saya belum sempat memeriksa langsung ke situs Prasasti Batutulis, tetapi dari beberapa sumber yang bisa saya jangkau dari internet selama #dirumahaja ini, kebanyakan terbaca “guna tiga”. Mungkin salah satu foto yang saya dapat dari Panji Topan Bahagia ini cukup jelas menunjukkan adanya suku (panyuku) dan cecak (panyecek) pada aksara ‘na’, sehingga alih-alih dibaca “guna tiga”, lebih tepat dibaca sebagai “gunung tiga”.
Sida mokta di gunung tiga
Sida mokta di gunung tiga
Mungkinkah Gunatiga yang dimaksud adalah Gunung Tiga yang tercatat dalam naskah lontar Ciburuy?
Gambar berikut ini dikutip dari naskah Ciburuy Peti 3b hasil digitalisasi EAP, British Library dengan kode koleksi digital 280_Peti3b_LtrCiburuyIII. Aksara Sunda yang digunakan pada naskah ini bentuknya lebih arkaik dan dapat dibandingkan dengan aksara pada naskah-naskah gebang, atau lontar Sunda Kuno, Pabyantaraan (L 1101) koleksi Perpusnas RI.
Transliterasi: hana manih ning gunung tiga ma(n)dala kalepa mida purana
Terjemahan: ada lagi di Gunung Tiga, mandala Kalepa Mida Purana.
Pada kutipan halaman di atas disebutkan keberadaan Gunung Tiga sebagai mandala, dengan sebutan “mandala kalepa mida purana”. Lempiran lontar dalam kropak ini sudah tidak tersusun berurutan sehingga konteks utuh dari mandala Gunung Tiga ini belum bisa ditelusuri lebih rinci. Pada halaman yang saya kutip disebutkan beberapa mandala, desa larangan, dan desa niskala. Apakah mandala Gunung Tiga yang disebutkan dalam naskah Ciburuy ini merupakan tempat abstrak atau tempat nyata juga belum dapat dipastikan.
Dalam teks Sunda kuna lain, Carita Ratu Pakuan disebutkan pula Gunung Tilu sebagai sebuah mandala. Arti “tilu” adalah “tiga”, kedua kata ini dalam bahasa Sunda kuna sering dipertukarkan, tetapi tidak mengubah artinya. Berikut ini teks dari Carita Ratu Pakuan:
Gunung Tilu mandala Reka Maya, Patapaan Batara Wisnu, Nitis Jayasakti.
Sejauh ini saya belum dapat menemukan titik terang apakah “Gunung Tiga” dan “Gunung Tilu” merujuk pada sebuah mandala yang sama, ataukah berlainan. Tetapi, jika dilihat dari sebutan (atau sandangan) mandala setelahnya, yaitu “mandala kalepa mida purana” dengan “mandala reka maya”, agaknya merujuk pada tempat yang berbeda.
Referensi
- Atja. (1970). Ratu Pakuan: Tjeritera Sunda-Kuno dari Lereng Gunung Tjikuraj. Bandung: Lembaga Bahasa dan Sedjarah.
- Saleh Danasasmita, Undang Ahmad Darsa, & Edi Suhardi Ekadjati. (2006). Mencari Gerbang Pakuan dan kajian lainnya mengenai budaya Sunda. Bandung: Yayasan Pusat Studi Sunda.