hangsa, gajendra, matsya, bangbara
Oleh Panji Topan Bahagia
Sanghyang Siksa Kandang
Karesian 14; Ulah Salah Geusan Nanya
Ini sekadar diskusi mengenai pesan-pesan
yang terkandung pada tema ke-14, pada
ke-15, dari pustaka Sanghyang Siksa
Kandang Karesian (SSKK). Kerangka
SSKK sepertinya dimulai dari
mengenal dan membersihkan dulu diri-pribadi, mengetahui tempat dan fungsi diri
dalam tatanan sosial. Lalu berbicara mengenai potensi dan apa yang bisa
dilakukan untuk memperbaiki hakikat diri, dan pengetahuan-pengetahuan mengenai
berbagai hal di sekeliling diri itu hidup; mengenai awal kehidupan, apa saja
yang berkait antara diri dan lingkungannya, apa yang harus dilakukan, cara, dan
tujuan utama dari laku-hidup di dunia.
Ini mengapa di bagian muka disebutkan Dasakreta – 10
Keberhasilan:
“… pakeuneun heubeul hirup, heubeul nyawana …[1]”
~ untuk keberhasilan hidup, panjang umur[nya]
“…ngretakeun bumi lamba, di bumi parek[2]”
~ mensejahterakan dunia, di bumi yang dekat
“Sangkilang di lamba … inya éta sanghyang sasana kreta di lamba ngarana”
~ Meskipun di dunia [yang penuh kesulitan, tidak seperti di sorga yang penuh kenikmatan] … yaitu kitab kesejahteraan hidup di dunia namanya.
Tema ke-14 dalam SSKK diawali
dengan pada 15.1 [15R.4ab],
yaitu:
// ◉ // Kitu kéh urang janma ini. Lamun dék nyaho di puhun suka lawan énak ma, ingetkeun saur sang darma pitutur. Ini silokana: tatakang carita hangsa, gajendra carita banem matsyanem carita sagarem puspanem carita bangbarem
Frasa “kitu kéh urang
janma ini” ~ begitulah [keadaan] manusia; sebenarnya penyambung dari Tema ke-13 “Eunteung ning Janma; berkaca pada diri, introspeksi” yang
disisipkan, karena ketika hasil introspeksi adalah:
“Desa ma ngaranya dayeuh; na dayeuh, lamun kosong, hanteu turutaneunana”
~ Negeri itu disebut kota; adapun kota, bilamana kosong, maka tidak patut diikuti/didatangi”
Intinya adalah “ketidaktahuan,” maka jawabannya adalah tema
selanjutnya, yaitu “bertanya pada ahlinya.”
Selanjutnya adalah tujuan yang ingin dicapai, ketika seseorang
menyadari bahwa dirinya penuh dengan ketidaktahuan:
“Lamun dek nyaho di puhun suka lawan énak ma, ingetkeun saur sang darma pitutur.”
~ jika ingin mengetahui pokok keberhasilan dan kebaikan, maka ingatlah petuah Sang Darma Pitutur (ajaran pengetahuan)
“Ini silokana: tatakang carita hangsa, gajendra carita banem, macanem carita sagarem, puspanem carita bangbarem.”
~ ini selokanya: telaga dikisahkan angsa, gajah mengisahkan hutan, ikan mengisahkan laut, bunga dikisahkan lebah-kayu.
Pada 15.2 [15V.1b]
// ◉ // Kalingana, kitu, jaga urang dék ceta, ulah salah geusan nanya.
~ Maksudnya adalah ketika kita akan bertindak, janganlah salah mencari tempat bertanya.
Sinta bertemu Rsi Walmiki, Prambanan. Dalam naskah Ramayana Sunda, pertapa yang menyelamatkan Sinta adalah Aki Hayam Canggong
“Lamun hayang nyaho di taman hérang, talaga banyu atis ma hangsa tanya. Kalingana ma aya janma, atisti ring apraniti, hérang tineung, ramé ambek, nya kéh, kangken hangsa dina talaga herang.[3]”
~ Bila ingin tahu tentang taman yang jernih, telaga berair sejuk, tanyalah angsa. Maksudnya adalah orang yang alim dan terbebas dari hasrat duniawi, jernih pikirannya, namun kuat keinginannya [untuk belajar dan memperbaiki diri], ibarat angsa berada di telaga bening.
“Hayang nyaho di jero ning laut ma, maca tanya. Kalingana ma upama hayang nyaho di hedap sang dewa ratu deung di hedap mahapandita.”[4]
~ Bila ingin tahu dalamnya lautan, tanyalah ikan. Maksudnya adalah jika ada orang yang ingin tahu tentang isi pemikiran sang raja atau sang pendeta agung.
“Hayang nyaho di Iwir ning leuweung ma gajah tanya. Ini kalingana, kangken Iwir ta ma nyaho di tineung nu reya, kangken gajah ta ma, nya kéh bebedas sang dewa ratu.”
~ Bila ingin tahu tentang gambaran isi hutan, tanyalah gajah, Ini maksudnya, gambaran [hutan] adalah mengetahui pemikiran orang banyak, tentulah yang demikian adalah [sifat] gajah, yaitu tentang kekuatan sang raja.
“Hayang nyaho di ruum amis ning kembang ma, bangbara tanya. Kalingana ta kangken bangbara ma janma bisa saba ngumbara, nyaho di tingkah sakalih. Kangken ruum kembang ma na janma rampes twahna, amis barungusan, semu imuc, tingkah suka.” //◉ //
~ Bila ingin tahu tentang harum dan manisnya bunga, tanyalah lebah-kayu. Maksudnya adalah lebah-kayu diibaratkan orang yang pergi mengembara, memahami perilaku banyak orang. Maksudnya harum bunga adalah manusia yang baik tingkah lakunya, manis tutur katanya, [selalu] tampak tersenyum, penuh kebahagiaan.” – ◉ –
“Kalingana ulah salah
geusan nanya” ~ intinya adalah jangan salah bertanya.
[1] Note
1: NYAWA/NYOWA, tertulis “nyawa” di 1aV.2b, “nyowa” di 1aV.3a, dan “nyowa” di
1br.2a. Dibaca “nyéwa” oléh Pak Atja pada édisi 1981 maupun edisi selanjutnya.
Namun, dari runtutan kalimat “heubeul hirup, heubeul nyawana” nyawa berkait
dengan “hirup,” sedangkan nyéwa berasal dari séwa/séba (सेवा f.
sevA ~ worship, homage, service, devotion) yang artinya adalah puja,
sembahyang.
Kata “nyawa” yang terkait dengan “hirup” kemungkinan adalah kata
asli Austronesia, yang bermakna “jiwa, hawa, [meng]hirup [udara], hidup”.
Proto-Malayo-Polynesian (Zorc); *ma-ñáwa
Proto-Malayo-Polynesian; *mañawa
Proto-Oceanic (Blust); *mañawa
Proto-Oceanic (Pawley); *mañawa
Proto-Malayic; *ñawa
Siraya (Gravius); xinawa ~ breath, inspiration
Iban; ñawa ~ voice, sound; mouth; life, existence, breath; hence rest,
‘breather’
Malay; ñawa ~ life; soul
Gayō; ñawa ~ soul
Karo Batak; nawa ~ life, soul (archaic)
[2]
Note
2: “bumi lamba, di bumi parek,” alih
aksara tahun 1981 menuliskan “bumi lamba,
di bumi <TAN> parek,” yang tidak ada dalam naskah. Penambahan
<TAN> ini justru membuat kalimat menjadi ambigu karena “lamba” maksudnya
– tidak sempurna – yaitu dunia di bawah niskala, yaitu dunia ketika hidup yang
dipenuhi ketidaksempurnaan, yaitu yang dekat (parek) saat ini.
[3] Note
3: अतिशय adj. atizaya ~ wonderful. अप्रणिहित adj.
apraNihita ~ free from desire.
[4] Note
4: मत्स्य m. matsya ~ fish.