Sejak bulan Maret lalu saya perhatikan ada yang baru di ruas jalan utama Kota Bandung, yaitu berdirinya tiang-tiang plang (papan nama) jalan dengan ornamen yang antik. Waktu itu saya hanya sempat mengambil foto dari tiga plang jalan saja, yaitu jalan Braga, jalan Wastukancana dan jalan Perintis Kemerdekaan.
Ternyata ada kesalahan penulisan aksara Sunda pada plang jalan Wastukancana dan jalan Perintis Kemerdekaan. Ini merupakan kesalahan umum orang awam yang tidak mengerti sistem penulisan dan pengetikan aksara Sunda. Saya telah ulas bagaimana cara menulis (mengetik) aksara Sunda yang salah pada artikel sebelumnya.
Belakangan, kesalahan pada plang jalan lain di Kota Bandung juga ramai dibicarakan di media sosial. Maka saya ulas saja sekalian beberapa contoh foto yang telah saya ambil dari TKP.
Perhatikan plang jalan Wastukancana berikut ini:

aksara Sunda yang tertera dibaca “J.L. WASTAKANCANA”, jelas kekurangan satu tanda vokalisasi panyuku “u”. Ketika saya lewat hari ini (22/12), plang jalan ini tidak ada, hanya tinggal tiangnya saja. Semoga saja sedang diperbaiki tulisannya.
Tulisan yang benar, seharusnya:

Perhatikan aksara Sunda lainnya pada plang jalan Perintis Kemerdekaan:

Aksara yang tertera terbaca sebagai “J.L. PARANTARAS(?) KAMADAKAANA”. Aneh sekali tulisannya.
Tulisan yang benar, seharusnya:

Lain halnya dengan jalan Braga yang memiliki plang jalan dengan tulisan beraksara Sunda yang benar. Berikut ini fotonya:

Hari ini saya membaca berita di situs Tribun Jabar tanggal 8 Desember, tentang kesalahan penulisan plang jalan Ibu Inggit Garnasih yang ramai di media sosial. Selain tulisan dengan aksara Latin yang salah: INGGIT GAMASIH (seharusnya: INGGIT GARNASIH), penulisan aksara Sunda yang tertera juga salah. Aksara Sunda yang ditulis pada plang jalan ini terbaca sebagai “JALA (panghulu)-iNAGAGITA GAAMAASIHA”. Berikut ini fotonya:

TRIBUN JABAR/DONY INDRA RAMADAN
Setelah saya cék hari ini, plang jalannya juga tidak ada. Mungkin sedang dibetulkan juga?
Tulisan yang benar, seharusnya:

Masih banyak yang salah
Karena kesalahan tampaknya banyak terdapat pada plang jalan gaya baru ini, saya curiga kesalahannya lebih banyak. Hari ini saya mencoba berkeliling untuk mendapatkan sampel foto plang jalan lain. Ternyata benar saja, masih banyak yang salah!
Saya ambil contoh dari beberapa jalan yang saya lewati, yaitu jalan Lengkong Besar, jalan Lengkong Kecil, jalan Balong Gede dan jalan Dewi Sartika. Aksara Sunda yang dituliskan hampir benar, kalau tidak disebut salah semua!
Jalan Lengkong Besar

aksara Sunda yang terbaca adalah: “NYLA. (panyiku)+laENGNGA A+(panyakra)-ra”. Susah untuk dibaca!
Tulisan yang benar, seharusnya:

Jalan Lengkong Kecil

Kasusnya seperti pada jalan Lengkong Besar. Aksara Sunda yang terbaca adalah: “JALA LENAGAKONAGA KECILA”.
Tulisan yang benar, seharusnya:

Jalan Balonggede

aksara Sunda yang terbaca adalah: “JALA BAALONAGAGEDE”
Tulisan yang benar, seharusnya:

dan yang terakhir, jalan Dewi Sartika:

aksara Sunda yang terbaca adalah: “JALA DAWI SAARATIKAA”.
Tulisan yang benar, seharusnya:

Analisis kesalahan
Kesalahan yang terjadi sepertinya bersumber pada teknisi yang merancang tulisan. Apakah tidak ada orang yang ditunjuk oleh instansi terkait yang berkompeten dalam baca-tulis aksara Sunda? Sungguh disayangkan. Padahal di Kota Bandung sendiri aksara Sunda digodog untuk dibakukan dan disosialisasikan kepada seluruh masyarakat di Jawa Barat.
Sekilas, dari bentuk aksara yang digunakan, tampaknya mengikuti font Sundanese Unicode (atau Sundanese Latin) yang belum diperbaharui. Hal ini terlihat dari bentuk aksara JA yang masih memiliki arah “topi” ke kiri. Pada font yang diperbaharui, arah topinya menjadi ke kanan.
Kalau draf yang digunakan sebelumnya diketik menggunakan komputer, inilah awal mula kesalahan yang terjadi. Perlu digarisbawahi bahwa pengetikan aksara Sunda pada komputer tidak sama dengan pengetikan aksara Latin. Hal ini karena sifat aksara Sunda yang memiliki sistem silabik (suku kata). Untuk lebih lengkapnya, baca ulasan saya sebelumnya.
Pembuat draf ini tampaknya belum mengerti betul tehnik mengetik aksara Sunda, sehingga hanya mengandalkan pengetahuan mengetik aksara Latin, lalu tinggal mengubah font menjadi aksara Sunda. Dampaknya menjadi fatal. Susunan aksara menjadi kacau dan tidak dapat dibaca dengan utuh. Meskipun kesalahan ini sangat bersifat teknis, tetapi bila ada pengawasan dari orang berkompeten yang ditunjuk, kesalahan masih dapat diperbaiki sebelum “naik cetak”.
Yang terjadi karena kesalahan kecil ini adalah, plang jalan yang terlanjur dibuat harus diturunkan kembali untuk diperbaiki. Tentunya akan memakan biaya lagi. Saya tidak tahu berapa jumlah plang jalan yang sudah dibuat. Tetapi lebih baik pemasangan plang dengan tulisan aksara Sunda yang salah harus ditinjau ulang. Jangan sampai Kota Bandung sebagai etalase Jawa Barat memberikan informasi yang salah kepada masyarakat.
Ilham Nurwansah
pemerhati aksara Sunda